Partai Demokrat adalah sebuah partai
politik Indonesia. Partai ini didirikan pada 9
September 2001
dan disahkan pada 27 Agustus 2003.
Pendirian partai ini erat kaitannya dengan niat untuk membawa Susilo Bambang Yudhoyono,
yang kala itu menjadi Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan di bawah
Presiden Megawati, menjadi presiden. Karena hal inilah, Partai Demokrat terkait
kuat dengan figur Yudhoyono.
Ketua Umum
Subur Budhisantoso (10 September 2001–23 Mei 2005)
Hadi Utomo (23 Mei 2005–23 Mei 2010)
Anas Urbaningrum (23 Mei 2010–23 Februari 2013)
Susilo Bambang Yudhoyono[3] (30 Maret 2013–sekarang)
Perolehan suara
Pemilu Anggota Legislatif 2014
Pada Pemilu 2014, jumlah perolehan
suara dan perolehan kursi di DPR untuk Partai Demokrat merosot drastis dari
posisi pertama pada 2009, menjadi posisi keempat dari 10 partai di DPR, dengan
perolehan suara sebanyak 10,19% suara nasional (12.728.913). Perolehan itu
disebut-sebut karena kasus beberapa kader partai yang terkait masalah hukum
yang membuat citra Partai Demokrat menurun di mata publik.
Kader Bermasalah
Guncangan partai ini mengemuka setelah
Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin dijadikan tersangka korupsi
pembangunan wisma Atlet di Palembang. Bahkan, M. Nazaruddin sempat diburu
interpol, kepolisian, dan KPK untuk mempertanggunjawabkan perbuatannya menerima
fee suap dari proyek SEA Games 2011.[4], dan kini memberikan banyak keterangan
yang melibatkan beberapa anggota partai. Tak ayal, Andi Malarangeng pun
mengundurkan diri sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga pada 7 Desember 2012 karena
ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang,[5] sementara Anas Urbaningrum
mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat setelah menandatangani
pakta integritas pada 14 Februari 2013 yang menyatakan siap mundur jika
ditetapkan sebagai tersangka korupsi,[6] yang kemudian diikuti penetapan
sebagai tersangka oleh KPK pada tanggal 22 Februari 2013 untuk kasus
gratifikasi mobil.[7] Pada tanggal 23 Februari 2013, Anas mundur sebagai ketua
umum Partai Demokrat, sehingga menimbulkan kekosongan kursi ketua umum. Namun,
ia menjelaskan bahwa tanpa pakta integritas pun, ia punya kesadaran untuk
mundur. [8] Angelina Sondakh telah terlebih menjadi tersangka sejumlah kasus
korupsi.
SBY sebagai Ketua Umum
Pada Kongres Luar Biasa Partai Demokrat yang
diadakan di Bali tanggal 30 Maret 2013, Susilo Bambang Yudhoyono ditetapkan
sebagai ketua umum Partai Demokrat, menggantikan Anas Urbaningrum[9]. Susilo
Bambang Yudhoyono juga memilih Syarief Hasan sebagai Ketua Harian DPP Demokrat.
Syarief Hasan di Kabinet Indonesia Bersatu II juga menjabat sebagai Menteri
Koperasi dan UKM [10]. Sementara, Marzuki Alie ditunjuk sebagai Wakil Ketua
Majelis Tinggi yang sebelumnya dijabat Anas Urbaningrum. Adapun Ketua Harian
Dewan Pembina dijabat oleh E.E. Mangindaan (Menteri Perhubungan)[11].
Partai Buruh
menggunakan 3 nama berbeda, yaitu Partai Buruh Nasional (1999), Partai Buruh
Sosial Demokrat (2004) dan Partai Buruh (2009) Pada Pemilu 1999, partai ini
memakai nama Partai Buruh Nasional, dengan nomor urut 37. Lalu pada Pemilu 2004
partai ini menggunakan nama Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), dengan nomor
urut 2. Lalu pada Pemilu 2009, Partai Buruh sebelumnya tidak lulus verifikasi,
tetapi dengan adanya gugatan 4 partai gurem pada Pemilu 2004 kepada Majelis
Konstitusi, akhirnya 4 Partai politik gurem ini disahkan juga menjadi Parpol
peserta pemilu; salah satunya ada Partai Buruh. Selanjutnya pada Pemilu 2009,
Partai Buruh mendapat nomor urut 44.
Sejarah
Kelahiran Partai Amanat Nasional (PAN) dibidani oleh Majelis Amanat Rakyat (MARA), salah satu organ gerakan reformasi pada era pemerintahan Soeharto, PPSK Muhamadiyah, dan Kelompok Tebet.
PAN dideklarasasikan di Jakarta pada 23 Agustus 1998 oleh 50 tokoh nasional, di antaranya mantan Ketua umum Muhammadiyah Prof. Dr. H. Amien Rais, , Goenawan Mohammad, Abdillah Toha, Dr. Rizal Ramli, Dr. Albert Hasibuan, Toety Heraty, Prof. Dr. Emil Salim, Drs. Faisal Basri, M.A., A.M. Fatwa, Zoemrotin, Alvin Lie Ling Piao, dan lainnya.
Sebelumnya pada pertemuan tanggal 5–6 Agustus 1998 di Bogor, mereka sepakat membentuk Partai Amanat Bangsa (PAB) yang kemudian berubah nama menjadi Partai Amanat Nasional (PAN).
PAN bertujuan menjunjung tinggi dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan, kemajuan material, dan spiritual. Cita-cita partai berakar pada moral agama, kemanusiaan, dan kemajemukan. Selebihnya PAN menganut prinsip non-sektarian dan non-diskriminatif. Untuk terwujudnya Indonesia Baru, PAN pernah melontarkan gagasan wacana dialog bentuk negara federasi sebagai jawaban atas ancaman disintegrasi. Titik sentral dialog adalah keadilan dalam mengelola sumber daya sehingga rakyat seluruh Indonesia dapat benar-benar merasakan sebagai warga bangsa.
Pada Pemilu 2004, PAN mencalonkan pasangan Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo sebagai calon presiden dan wakil presiden untuk dipilih secara langsung. Pasangan ini meraih hampir 15% suara nasional.
Pada 11 Desember 2011 Partai Amanat Nasional (PAN) dalam Rapat Kerja Nasional PAN 2011 di Jakarta secara resmi mendukung Ketua Umum PAN Hatta Rajasa sebagai bakal calon presiden dalam Pemilu 2014[2].
Sejarah berdirinya PGRI
Pada awalnya organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.
Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Sejalan dengan keadaan itu maka di samping PGHB berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB), disamping organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan atau lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.
Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh, mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka”.
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan guru yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 - seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tengah bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan:
- Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.
- Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
- Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
Sifat-sifat PGRI
Sifat-sifat PGRI antara lain:[4]- Unitaristik, tanpa memandang perbedaan ijazah, tempat kerja, kedudukan, agama, suku, golongan, gender, dan asal usul.
- Independen, berlandaskan pada kemandirian dan kemitrasejajaran
- Nonpartai Politik, bukan merupakan bagian dan tidak berafiliasi kepada partai politik.
Dasar hukum dan Hari Guru Nasional
Dasar Hukum
termaktub pada Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 yang merupakan sebagai
tanda penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan,
menetapkan hari lahir PGRI pada tanggal 25 November
sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.[5][6][7]
Suatu hari terdapat
dua warga negara Indonesia sedang mengobrol disekitar pesisir pantai salah satu
tempat di Indonesia, mereka bernama Doni dan Dodi. Mereka sedang membicarakan seseorang
warga asing. "Hey lihat tuh, ada orang bule yang hanya memakai pakaian dalamnya
saja."kata Doni. si Dodi hanya menjawab "Ah... itu hanya hal yang sudah
biasa bagi dia." lalu Doni heran dan berfikir apa benar sudah biasa? dan
bertanya. "Sudah biasa darimana? tuh, teman kita yang asli orang indonesia
memakai pakaian yang sama malah ditertawakan dan dia dianggap gila oleh orang
lain." Dodi berfikir dan mengerutkan keningnya. " iya juga sih,
lantas siapa yang gila?."
lalu mereka terdiam karena memikirkannya dan beberapa menit kemudian mereka
mengabaikannya lalu melanjutkan aktifitas seperti biasa.
lalu mereka terdiam karena memikirkannya dan beberapa menit kemudian mereka
mengabaikannya lalu melanjutkan aktifitas seperti biasa.
Revolusi Perancis merupakan sebuah masa peralihan politik dan sosial
dalam sejarah Perancis. Pada saat itu, kaum demokrat dan para pendukung
republikanisme bersatu menjatuhkan sistem pemerintahan monarki (kerajaan)
abosolut, yang dianggap terlalu kaku dan memberikan keistimewaan berlebih pada
keluarga kerajaan dan golongan bangsawan.
Raja Louis XVI (pemimpin negara saat
itu) misalnya, bisa hidup mewah dan menghambur-hamburkan dana kerajaan,
sementara sebagian besar rakyatnya hidup miskin. Singkat kata, rakyat
menghendaki pemerintahan yang memerhatikan hak-hak mereka. Dalam Revolusi
Perancis, mereka menggunakan slogan “Persamaan, Kebebasan, dan Persaudaraan” (Liberte,
Egalite, Fraternite). Revolusi Perancis berakhir pada November 1799 dengan
dibubarkannya monarki absolut Perancis, yang diganti dengan bentuk negara
monarkis terbatas (selanjutnya menjadi republik).
Sebuah revolusi besar yang mengubah tatanan pemerintah dan kemasyarakatan
justru terjadi Perancis. Golongan masyarakat yang menjadi penggeraknya adalah
warga kota yang berkeinginan menggantikan peranan kaum bangsawan dan gereja
dalam pemerintah maupun perekonomian. Revolusi tersebut disebabkan oleh banyak
hal yang cakupannya cukup luas, di antaranya sebagai berikut:
A. Berkembangnya Paham Rasionalisme dan
Aufklarung
Paham-paham itu muncul setelah adanya gerakan renaissance dan humanisme
yang menentang kekuasan kaum Gereja di Eropa. Merupakan paham yang menganggap
bahwa pikiran merupakan sumber segala kebenaran, sehingga segala sesuatu yang
tidak masuk akal dianggap tidak benar. Tokoh-tokoh rasionalisme dan aufklarung
ini di antaranya Denis Diderot dan J.d’ Alembert dan Voltaire.
B. Munculnya Paham Romantisme
Paham romantisme merupakan paham yang menjunjung tinggi perasaan dan
menghargai naluri manusia Tokoh-tokoh paham romantisme yang banyak berpengaruh
dalam revolusi perancis adalah Jean Jacques Rousseau.
C. Pengaruh Perang Kemerdekaan Amerika (Revolusi
Amerika)
Dalam perang Kemerdekaan Amerika, Perancis membantu Amerika dengan
mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Lafayette. Mereka telah
mengenal pahm-paham baru tentang kebebasan dan demokrasi serta Declaration of
Independence yang di dalamnya berisi penghargaanya terhadap hak asasi manusia.
D. Ketidakadilan dalam Sistem Feodalisme
Sistem feodalisme di Perancis membagi masyarakat menjadi tiga golongan,
yaitu sebagai berikut.
Kaum bangsawan dan kaum agama tinggi memiliki hak istimewa sedangkan kaum
agama rendah dan rakyat jelata tidak memiliki hak. Dengan hak-hak istimewanya,
selain bebas pajak kaum bangsawan pun dapat menarik pajak dari rakyat.
Kekuasaan tunggal raja pada masa pemerintahannya berubah menjadi tirani
yang yang memberikan kelonggaran raja untuk bertindak sewenang-wenang.
F. Adanya Kekosongan Kekuasaan (Vacuum of power)
Pada masa pemerintahan Louis XIV dan Louis XV, rakyat takut
terhadap rajanya walaupun mereka membencinya. Sedangkan pada masa pemerintahnya
Louis XVI, walaupun bersifat diktator namun tidak memiliki wibawa, sehingga
rakyat tidak takut kepadanya. Sejak Raja Louis XIV, raja-raja Perancis
suka berfoya-foya dengan wanita-wanita cantik (madame deficit) sehingga kas Negara
kosong.
Pada tahun 1789, Ketika masa pemerintahan Louis XVI, beban negara sudah
sangat tinggi. Untuk mengatasi tersebut, satu-satunya cara adalah menarik pajak
kepada kaum bangsawan. Sidang Etats Generaux pun akhirnya digelar,
tetapi terjadi kerusuhan. Hal itu disebabkan golongan III (dari rakyat jelata)
yang jumlahnya terbesar menuntut hak suaranya dalam voting secara perorangan
Sedangkan golongan I dan II menghendaki voting dilakukan pergolongan. Dengan
cara itu golongan I dan II yang bersekongkol dapat dipastikan memenangkan suara.
Pada tanggal 14 Juli 1789 rakyat Perancis menyerbu penjara Bastille yang merupakan tempat tahanan
politik penentang pemerintah raja Perancis dan tempat gudang senjata.
Penyerbuan ini disebabkan oleh sebagai berikut:
- Rakyat mendengar desas-desus bahwa Raja Perancis mengumpulkan tentaranya di sekitar paris untuk menindas rakyat
- Rakyat membutuhkan senjata yang terdapat dalam penjara Bastille
Penyerbuan terhadap penjara Bastille berhasil dengan baik karena, tentara
yang berkumpul di Paris memihak rakyat, penyerangan tersebut dianggap sebagai
permulaan revolusi dan diresmikan sebagai Hari Nasional Perancis. Pada tanggal
20 Juli 1789 Dewan Nasional bersidang di lapangan tennis, akibatnya Raja
memerintahkan membubarkan Dewan Konstituante, tetapi tidak dihiraukan. Raja pun
tidak bertindak dan pasrah terhadap keadaan negerinya. Saat itulah rakyat
jelata yang berkuasa. Pimpinan rakyat yng terkenal dalam Dewan Konstituante
diantaranya, Mirabeau (bangsawan), Lafayette (bangsawan), dan Sieyes (kaum
agama).
Pada tanggal 27 Agustus 1789, Dewan Konstituante mengumumkan Hak Asasi
Manusia dan Warga (Declaration des Droits de l’homme et du Citoyen) sebagai dasar dari
pemerintah baru. Pada tanggal 14 juli 1790 UUD Perancis disahkan. Dengan
demikian pemerintahan Perancis berubah menjadi Monarki Konstituonal yang
membatasi kekuasaan Raja.
Salah satu dokumen penting yang dihasilkan pada saat terjadi Revolusi
Perancis adalah
“Pernyataan Hak-Hak Asasi Manusia danWarga” Hak-hak asasi manusia yang dianggap telah
dimiliki manusia dan warga sejak lahir adalah sebagai berikut.
1) Hak atas kemerdekaan pribadi
2) Hak diperlakuan sama dengan hukum
3) Hak kebebasan bertempat tinggal
4) Hak atas milik pribadi
5) Hak atas keamanan pribadi
6) Hak untuk membela diri
7) Hak kebebasan menyatakan pendapat
8) Hak kebebasan memeluk agama.
DAMPAK REVOLUSI PRANCIS BAGI DUNIA
- Penghapusan Feodalisme
2. Berkembangnya Paham
Demokrasi.
3. Menyebarkan Paham
Liberalisme.
4. Meluasnya Paham
Nasionalisme.
5. Timbulnya Ide tentang
Aksi Revolusioner.
DAMPAK REVOLUSI PRANCIS BAGI INDONESIA
1)
Munculnya Paham Nasionalisme (Budi Utomo)
2)
Munculnya Paham Demokrasi
a)
Pembentukan Volksraad
b)
Tuntutan Indonesia Berparlemen
Komentar